SEJARAH, TOKOH, AKTIVITAS
DAN PENGARUH ALIRAN KEBATINAN PERJALANAN:
KEPERCAYAAN KEPADA
TUHAN YANG MAHA ESA.
(KP. Karang Pawitan Rt. 01/15, Dusun Cipaku, Desa Paku Tandang, Ciparai
Bandung)
A.
Pendahuluan
Dalam diskursus keagamaan kontemporer
dijelaskan bahwa “agama” ternyata mempunyai banyak wajah (multifaces) dan bukan lagi seperti orang dahulu memahaminya, yakni
hanya semata-mata terkait dengan persoalan ketuhanan, kepercayaan, keimanan,
kredo, pedoman hidup, ultimate concern
dan seterusnya. Selian ciri dan sifat convensionalnya yang memang mengasumsikan
bahwa persoalan keagamaan hanyalah semata-mata persoalan ketuhanan, agama
ternyata juga terkait erat dengan persoalan-persoalan historis cultural yang
juga merupakan keniscayaan manusiawi belaka.[1]
Perjalanan hidup manusia tidak dapat terlepas daripada kepastian sejarah
dari masa lalunya, dimana manusia sebagai pelaku dan sekaligus juga sebagai
pengembang sejarah atas kebudayaan dan agama yang dianutnya, oleh karena itu
persoalan agama adalah persoalan hidup dan kehidupan manusia. Agama oleh
kebanyakan orang merupakan factor penggerak dan penentu dalam kehidupannya.
Dengan demikian agama dapat meiliki fungsi social yang amaat penting. Hal ini
seperti Condorcet yang dikutif oleh E.E.
Evans Pritchard[2]
mengakui bahwa agama meskipun salah, pada suatu ketika memiliki fungsi soaial,
dan karenanya memiliki peranan penting dalam perkembangan kebudayaan.
M. Amin Abdullah Lebih lanjut
menyatakan, dari studi historis-empiris terhadap fenomena keagamaan,diperoleh
bahwa agama sesungguhnya sarat dengan berbagai ” kepentingan “ yang menempel
dalam ajaran dan batang tubuh ilmu-ilmu keagamaan itu sendiri.[3]
Terkadang sulit ditemukan untuk membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah
selain dari agama. Sebab persoalan hidup selalu dikaitkan dengan agama dan
agama selalu juga dikaitkan dengan yang lain. Munculnya kaum reduksionis[4]
(seperti Karl Marx, Freud, dan
Durkheim), tanpa mereka sadari bahwa mereka telah mereduksi agama menjadi
sesuatu yang lain dari agama itu sendiri[5].
Ini merupakan bukti betapa kuatnya kepentingan yang lain terhadap agama,
ataupun sebaliknya bagai mana agama begitu kuat mempengaruhi yang lain. Dengan
demikian betul seperti yang dikemukakan M. Amin Abdullah bahwa agama syarat
dengan berbagai “kepentingan”.
Munculnya fenomena aliran
kepercayaan dan keyakinan dalam tradisi keagamaan merupakan bagian daripada
fenomena social dan fenomena budaya. Munculnya aliran, pemahaman, bahkan
gerakan “keagamaan”, sering dilatar belakangi oleh kegelisahan social, atau
juga merasa tidak memiliki atau tidak dapat menemukan kepuasan pada agama yang
mendahuluinya. Tetapi juga tidak sedikit munculnya aliran keagamaan yang
bersifat local ini merupakan hasil refleksi pemikiran dari tokoh pendiri, -oleh kebanyakan orang disebutnya wangsit.
Namun Aliran kepercayaan atau agama primitive dalam hal ini agama lokal secaraa
langsung ataupun tidak langsung telah memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap studi agama dari persepektif budaya mereka masing-masing.[6]
Oleh karena itu penulis mengangkat
aliran kebatinan perjalanan ini sebagai objek penelitian, karena ia merupakan
aliran kepercayaan atau agama primitive yang bersifat local. Namun dalam hal
ini penulis hanya akan lebih banyak mejelaskan tentang aktifitas dan pengaruh dari
aliran kebatinan perjalanan ini, sekalipun tidak menutup kemungkinan akan
menyinggung pula pada persoalan-persoalan yang lain.
B.
Sejarah Pertumbuhan Dan
Tokoh
AKP (Aliran Kebatinan Perjalanan) disebut sebagai agama kuring (Bahasa Sunda) yang artinya agama
saya, AKP juga disebut agama Pancasila, agama petrap atau Traju Trisna, ilmu
sejati, Jawa-jawi mulia, agama Yakin Pancasila, agama sunda atau Permai[7]
Aliran ini berdiri pada hari sukra atau Jumat Kliwon jam 12.00 betepatan dengan
tanggal 19 Hasyi (maulud) tahin 1858 Saka bertepatan juga dengan tanggal 17
September 1927, di kampung Cimerta, Kelurahan Pasir Kareumbi,kecamatan Subang,
Kabupaten Subang. Pada masa itu Subang berada
dalam wilayah Yurisdiksi Purwakarta.
Secara geografis wilayah Pasir
Kareumbi berada pada wilayah perkotaan. Hanya berjarak 0,5 Km dari pusat kota
Subang. Kelurahan Pasir Kareumbi dan wilayah kota Subang sebagaian adalah
daerah pegunungan dengan ketinggian 723-785 Meter dari permukaan laut, sehingga
tampak indah dan asri.
Yang menjadi pionir dan sekaligus
Tokoh utama Aliran kebatinan perjalanan ini bernama Mama Mei Kartawinata, ia
dilahirkan pada tangal 17 September 1927
di kebon jati Bandung. Kemudian ia menetap di kampung Suka Sirna, Cicadas Bandung. Ibunya berasal
dari Citeurep Bogor, konon katanya ia merupakan keturunan raja Padjajaran.
Sedangkan bapaknya dari Remang Jawa Timur, dimana ia merupakan keturunan
kerajaan Brawijaya Majapahit.[8]
Secara historis AKP didirikan oleh
tiga orang, yaitu Mei Kartawinata, M. Rasyid dan Sumitra. Pada mulanya mereka
bekerja di sebuah percetakan di Subang. Dan menjadi kawan karib, sehingga
mereka suka berkumpul untuk membicarakan suka-duka masing-masing, baik masalah
keluarga maupun keilmuan. Sejak saat itu mereka satu sama lain sudah menyukai
ajaran kebatinan.
Dari Biografinya, Mei Kartawinata
lahir pada 1 Mei 1897 di Kebonjati Bandung. Ada juga yang mencatat bahwa tahun
kelahirannnya 1 Mei 1898 di Ciparay bandung. Pada masa remajanya Mei
Kartawinata, ia mengikuti dan tinggal bersama kaka iparnya di kediaman sultan
Kanoman Cirebon. Pendidikan yang ia peroleh dari sekolah rakyat (HIS
Zendingschool pada zaman belanda) sampat tamat. Sehingga ia banyak berinteraksi
dan mengenal teologi Kristen. Sekalipun Sekolah rakyat, pada saat itu sudah
dikategorikan dan dipandang terpelajar. Selain itu ia pernah belajar di
pesantren, sehingga diduga kuat ia pandai membaca kitab kuning.
Dari latar belakang pendidikan pesantren itu tidak menutup kemungkinan ia
juga menyerap pemikiran teologi murjiah dari kitab kuning tertentu. Karena
secara faktual teologi murjiah mendukung pemikiran kebatinan. Dalam teologi
murjiah, iman cukup dengan percaya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan amal tidak
merupakan keharusan bagi adanya iman. Dari sini, seseorang dapat menyatakan
bahwa ia tetap seorang mukmin, meski meninggalkan hal-hal yang diwajibkan atau
difardukan, bahkan terus melakukan perbuatan dosa.
Selain pemikiran teologi Murjiah, ada juga pemikiran/aliran syiah. Yang
cukup terkenal adalah sejarah Islam adalah Syiah Ghulat. Dinamakan Syiah ghulat
karena pemikiran yang cukup ekstrim. Diantara pemikiranya bahwa ada beberapa
orang manusia dianggap sebagai Tuhan, dan bebrepa orang dianggap sebagai Rasul
setelah kerasulan Muhammmad Saw. Pemikiran yang menyimpang ini telah menjalar
di dunia Islam, sehingga berdampak pada timbulnya perpecahan di dunia Islam.
Maka sangat beralasan kalau Mei Kartawinata pun mengembangkan aliran
kebatinan seperti yang berkembang di dunia Islam pada masa yang lalu. Sosok Mei Kartawinata termasuk orang yang
banyak bergaul dengan kehidupan priyai keraton, apalagi ia termasuk orang yang
terpelajar, pantas ia banyak memahami ilmu kebatinan atau ilmu kepribadian
Ketuahan YME di komplek Kraton Cirebon. Di keraton Cirebon banyak berkembang
aliran kebatinan antara lain Ngelmu
Sejati. Aliran ini dikenal sebagai Agama
Kuring, atau Ngelmu Garingan, maksudnya
ilmu kering, karena pengikutnya kurang rajin menjalankan syareat Islam, seperti
salat yang selalu identik dengan air untuk berwudhu. Dapat kita duga Ia sangat
terpengaruh dengan kebatinan yang berkembang di lingkungan kraton Cirebon.
C.
Wangsit
Berikut adalah wangsit-wangsit yang mendasari berdirinya aliran
kebatianan perjalanan:
Wangsit
Pertama:
“Janganlah dirimu dihina dan direndahkan oleh
siapapun, sebab dirimu tidak lahir dan tidak besar oleh sendirinya, akan tetapi
dirimu dilahirkan dan dibesarkan penuh dengan cinta kasih ibu dan bapakmu.
Bahkan dirimu itu sendirilah yang melaksanakan segala kehendak dan cita-citamu
yang seyogyanya kamu berterimakasih kepdanya.”
Wangsit
kedua:
”Barang siapa menghina dan merendahkan dirimu, sama
juga artinya dengan menghina dan merendahkan ibu bapakmu bahkan leluhur
bangsamu.”
Wangsit
ketiga:
”Tiada lagi kekuatan dan kekuasaan yang melebihi
kekuatan dan kekuasaan Tuhan YME, belas dan kasih. Sifat belas dan kasih itupun
dapat mengatasi dan menyelesaikan segala pertntangan atau pertengkaran, bahkan
dapat memadukan paham dan usaha untuk mencapai tujuan yang lebih maju serta
menyempurnakan akhlak dan meluhurkan budi pekerti manusia.”
Wangsit
keempat:
“Dengan kagum dan takjub kamu menghitung tetesan air
yang mengalir yang menuju kesatuan mutlak yaitu lautan, sambil memberikan
manfaat kepada kehidupan manusia, binatang, dan pepohonan atau tetumbuhan. Akan
tetapi kamu belum pernah mengagumi dan takjub kepada dirimu sendiri yang telah
mempertemukan kamu dengan dunia beserta segala isinya. Bahkan kamu belum pernah
menghitung kedip matamu. Sungguh betapa nikmatnya apa yang kamu rasakan,
padahal semua itu sebagai hikmah dari Tuhan YME”
Wangsit
kelima:
“Kemanapun kamu pergi dan dimanapun kamu
berada, Tuhan YME akan selalu bersama denganmu.”
Wangsit enam:
“Perubahan besar dalam kehidupan dan
penghidupan manusia akan menjadi pembalasan terhadap segala penindasan serta
mencetuskan atau melahirkan kemerdekaan hidup bangsa.”
Wangsit
kedelapan:
“Cintailah sesama hidupmu tanpa memandang
jenis dan rupa. Sebab apabila hidup telah meninggalkan jasad, siapapun akan
berada dalam keadaan yang sama. Ia tidak mempunyai daya dan upaya. Justru
selama itu, selama kamu masih hidup, berusahalah agar kamu dapat memelihara
kelangsungan hidup sesamamu. Sesuai dengan kodratnya menurut kehendak Tuhan YME.”
Wangsit
kesembilan:
“Batu di tengah sungai, jikalau olehmu
digarap menurut kebutuhan, kamu manjadi kaya raya karenanya. Dalam hal itu,
yang membuat seseorang kaya raya bukanlah pemberian bautu itu, akan tetapi yang
membuat kaya raya adalah hasil kerjamu sendiri.”
Wangsit
kesepuluh:
“Geraklah untuk kepentingan sesamamu, bantulah yang
sakit untuk mengurangi penderitaannya. Jaga (bahasa Sunda, artinya kelak
kemudian hari) kan tercapailah masyarakat kemanusiaan yang menegakkan
kemerdekaan dan kebenaran.”
Sejak tanggal 17 September 1927 secara bulat mendirikan aliran kebatinan
Perjalanan. Aliran itu dinamakan “Perjalanan”, karena dimaksudkan sebagai
ketegasan bahwa baik-buruknya sesuatu maksud atau tujuan baru akan tercapai
jika itikadnya dijalankan secara konsekwen. Dalam memberikan ilustrasi mengenai
makna perjalanan, AKP (kelompok ini meyebut kelompoknya sebagai aliran
kebatinan perjalanan) mengambil contoh air yang mengalir dari sumbernya melalui
sungai hingga kelautan. Hakikat sungai itu sendiri adalah realitas bersatunya
secara mutlak sekian banyak tetesan air, lalu secara bersama, tidak dapat
dipisahkan menuju tujuan akhir, yaitu kelautan.[9]
D. Ajaran Yang Ditransformasikan
Adapun ajaran yang ditransformasikan oleh Mama Mei Kartawinata adalah
sebagai berikut:
1.
Sejarah
Diri
2.
Sejarah
Bangsa
3.
Sejarah
Nagara
4.
Sejarah
Dunia
Sedangkan aliran ini dinamakan aliran kebatinan perjalalnan karena
sebelumnya Mei Kartawinata pernah melakukan refleksi atau perenungan, yang
dalam bahasa sunda disebut ngahening: Sakeclak
cai ti gunung mere kahirupan kasakur anu aya di alam dunia ieu, ka balong hirup
laukna, ka sawah hirup parena, ka sumur mere kahirupan ker ka sakur jalma
(mahluk). Dina perjaalaanan cai, ti pasir lain ngaleutikan kalah ngagedean hayang
nepi ka sagarana nya jadi lautan ngagebleg. Renungan mama Mei Kartawinata
ini terjadi pada jam 12 siang yang mengakibatkan datangnya wangsit ini.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 17 September 1927 di daerah Cileuleui,
Cimerta, Subang.
Oleh aliran kebatinan ini nama daerah ini diterjemahkan sebagai berikut: Cileuleui. Ci artinya kahuripan, leuleui artinya lemah lembut dalam
segala pekerjaan. Cimerta. Ci artinya
kahuripan, Merta artinya gera
petakeun anggota badan anu aya di diri anjeun. Subang. Su artinya hade, Bang
artinya Bangsa. Subang dapat dipahami artinya; Bangsa anu hade.[10]
Aliran kebatinan perjalanan itu sendiri diartikan sebagai berikut: Aliran artinya kocoran, tetesan atau titisan. Batin. Artinya anu teu katinggal ku awasna panon. Seperti
“menggerakkan anggota badan, disebut budi daya”. Budi anu digerakeun ku badan lemeus (batin), daya anu digerakeun ku
barang kasar. Perjalanan. Artinya
Perjalanan hirup[11]
Selain daripada itu, menurut Bapak Ugan dalam wawancara mendalam dengan penulis
mengartikan bahwa Agama artinya sebagai berikut: Ageuman, Patokan, Ugeran,
Cecekeulan, kapercayaan. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa kepercayaan itu
kepada yang Maha Suci. Bagi orang Islam Allah, bagi orang Kristen Tuhan, bagi
orang hindu Dewa dan bagi orang Budha si Darta.
Struktur organisasi atau kepengurusan aliran kebatinan ini adalah sebagai
berikut:
Pimpinan
Pusat :
Dr. Andri Bernandi
Tingkat
Provinsi :
Bapak. Ade Taryo
Tingkat Kab.
Bandung Selatan : Bapak Husen
Tingkat Kab.
Bandung Barat : Bapak Kiki Tarqi
Tingkat Kec
Ciparay : Bapak Ama Samsudin
E.
Kondisi
Objektif Tempat Penelitian
Aliran kebatinan Perjalanan ini
berada tidak jauh dari pasar, alun-alun dan juga masjid kaum Ciparai Bandung
mungkin kurang lebih 1 km dari depan masjid kaum Ciparai. Tepatnya berada di
Kp. Karang Pawitan Rt 01/15, Dusun Cipaku, Desa Paku Tandang, Kec. Ciparai,
Kab. Bandung. Nampaknya tempat ini bukanlah tempat asing bagi warga Ciparai,
sebab pada saat penulis mengadakan kunjungan[12]
ke lokasi ternyata nama aliran ini sudah di kenal oleh masyarakat sekitar,
sehingga saat penulis bertanya mereka dengan mudah menunjukkan lokasinya. Namun
ketika ditanya lebih lanjut tentang aliran tersebut kebanyakan mereka tidak
mengetahuinya secara mendalam.
Aliran kebatinan ini hidup dan eksis
di daerah masyarakat umum dan tidak nampak adanya sekat pemisah antara aliran
kebatinan denga masyarakat sekitar, namun penganut aliran ini kebanyakan
berkumpul atau ngomplek pada tempat tertentu. Di dalamnya terdapat sebuah
bangunan yang cukup besar semacam aula (yang disebut Pasewakan), atapnya mirip
seperi bangunan masjid dengan bentuk piramida. Dan di sekelilingnya terdapat
rumah-rumah pengikut aliran tersebut. Di dalam bagunan itu diletakkan
perlengkapan dan peralatan music seperti; gendang, gong, gamelan dan lain
sebagainya. Konon katanya tempat itu selalu dijadikan tempat kegiatan aliran
kebatinan dan acara-acara tertentu. Di sebelah banguan utama tersebut terdapat
pekarangan yang cukup luas, dan ini suka digunakan dalam acara atau kegiatan
yang lebih besar. Bagi masyarakat umum kesannya aliran kebatinan ini cenderung
tertutup, namun dalam kegaiatan masyarakat daerah dan program pemerintahan
menurut bapak Ugan aliran kebatinan ini selalu terlibat. Aliran ini bagi
masyarakat umum menurut bapak Ugan tidak digolongkan sebagai aliran sesat,
seperti kebanyakan aliran-aliran yang menyimpang dari suatu agama. Namun mereka
memahaminya sebagai sebuah aliran kebatinan. Bapak ugan menegaskan: Aliran ini
berbeda dengan definisi aliran kebanyakan orang, aliran ini dari ibu-bapak sampai karuhun.[13]
Selain terdapat aliran kebatinan
Perjalanan, di komplek tersebut juga terdapat Padepokan (rombongan kesenian)
Karang Kamulyan. Padepokan ini bergerak dalam bidang seni, seperti degung,
jaipongan, salendroan, dalang (wayang Golek), sempat aktif bersama dalang Asep
Sunandar Sunarya. Dan yang menjadi pupuhu dalam padepokan ini adalah Bapak Ugan
Rahayu, yang sekaligus menjadi orang yang diwawancarai oleh penulis
sebagai sumber utama dalam penelitian.
Bahkan istrinya menurut Bapak Ugan pernah juga menjadi sindennya Asep Sunandar
Sunarya. Suami istri ini senatiasa aktif dalam pembinaan seni terutama kepada
generasi berikutnya. Menurut Bapak Ugan, antara Padepokan dengan Aliran
Kebatinan terpisah.
F.
Aktivitas Aliran
Kebatina Perjalanan
Aliran kebatinan ini mendapatkan perlindungan hukum dari pemerinta,
dimana aliran kebatinan perjalanan ini dibawah pembinaan kemetrian kebudayaan.
Sekarang ini menjadi kementrian pendidikan dan kebudayaan. Bentuk perhatian
pemerintah terhadap aliran kebatinan ini seperti menyediakan kolom tertentu
dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP), dengan pemberian no 7 untuk aliran kebatinan.
Dengan tanpa mencantumkan identitas agama. Selain itu dalam catatan
pertikahanpun, mereka para pengikut aliran kebatinan ini dicatat dalam catatan
sipil, tidak dalam KUA, atau yang lainnya. Di samping itu, perhatian pemerintah
dalam bentuk yang lainnya seperti memberikan dana atau sumbangan, terutama pada
saat adanya kegiatan dimana sebelumnya dibuat proposal permohonan dana.
Semetara itu aktivitas yang terdapat dalam aliran kebatinan perjalanan
adalah sebagai berikut:
1.
Rapat bulanan.
Rapat bulanan ini dilaksanakan pada minggu ke- 1, biasanya dalam rapat
tersebut dihadiri oleh para anggota pengikut aliran kebatinan yang ada di
sekitar. Dan yang dimusyawarahkan tentang berbagai macam hal.
2.
Peringatan Ajaran Mama Mei
Kartawinata pada setiap tanggal 17 September
Peringatan ini selalu diadakan bertepatan dengan tanggal 17 september
1927, dimana pada waktu itu Mama Mei Kartawinata menerima Wangsit aliran
kebatianan perjalanan.
3.
Tahun baru Saka Indonesia, 1
Syura/Muharram
Kegiatan tahun baru Saka Ini tidak hanya dihadiri oleh anggota atau anak
warga Aliran kebatinan setempat, namun juga dihadiri oleh anggota-anggota pengikut
ajarana aliran kebatinan perjalanan dari berbagai daerah lain di Indonesia,
seperti:
a.
Lampung
b.
Palembang
c.
Kalimantan
d.
Tulung
agung, Surabaya
e.
Ponorogo
Surabaya
f.
Malang
Surabaya
g.
DKI
h.
Bekasi
i.
Semarang,
Jawa Tengah
j.
Yogya[14]
4.
Pendidikan
Pendidikan ini dilaksanakan setiap malam Senin dari mulai pukul
17.00-22.00 wib. Yang diikuti oleh 20-30 orang pemuda-pemudi pengikut Aliran
Kebatinan Perjalanan. Kegiatan ini dilaksanakan di Pasewakan. Sedangkan isi
pendidikan atau pembinaan sebagai berikut:
a.
Ngarajah atau amit syun yang artinga nyuhunkeun widi, alat yang digunakan: kacapi, suling, atau gamelan.
b.
Tema
pendididkan: sejarah diri, pancasila, katunggalan
Sejarah diri: asal tina sarupaning
opat; Seune, angin, cai, bumi.
Seune (api); Ngajadi daging
getih (menjadi daging darah)
Angin: ngajadi kulit buluk (menjadi
kulit buluk)
Cai (air): ngajadi
sung-sum balung
Bumi (tanah): ngajadi
saeusining diri
Dikumplitan ku tujuh (7) pangawasa:
1.
Pangawasa=boga kabudayaan
2.
Pangresa=boga kadaek
3.
Uninga=boga kanyaho
4.
Hirup= boga hurip
5.
Rungu=boga pangdenge
6.
Tinggali=boga awas
7. Ngandika=boga ucap
Dikumplitan kuparabot anu salapan
(9):
1.
Uteuk jeng elingna
2.
Panon jeng awasna
3.
Ceuli jeng pangdenge
4.
Irung jeng angseuna
5.
Biwir jeng ucapna
6.
Ati jeng pikirna
7.
Syaraf jeng rasana
8.
Lengeun jeng obahna
9. Suku jeng langkahna
Ngawujud tunggal di sebut “kuring
jalma hirup”. Yang
mengandung arti:
Kuring; asal tinu maha suci
Jelema; asal tina
saripatining alam dunia
Hirup; asal langgeng
Depinisi bangsa, bangsa itu terdiri dari: bangsa jelema, sato, sareng anu sanesna.
Masing-masing
mempunyai lemahcai, budaya, basa:
Lemah cai; ibu pertiwi
Budaya; adat
Bahasa; bahasa[15]
5.
Kegiatan jumat kliwon:
Kegiatan ini dilakukan pada setiam malam jumat kliwon, dalam kegiatan ini
pada umumnya akan menjelaskan :
1.
Menjelaskan
atau maparken arti sesaji
2.
kukus
atau tempat menyan atau juga wadah;
seune; beureum
areng; hiding
hasep; bodas
semua itu
menggambarkan jelema(Manusia).
Adapun isi
sesaji adalah sebagai berikut:
1.
Menjelaskan
Rujakeun 7 warna
2.
Menjelaskan
Kembang 7 warna
3.
Buah-buahan
4.
Bakakak
ayam
5.
Air
kopi pahit
6.
Air
kopi manis
7.
Air
teh manis
8.
Air
teh pahit
9.
Air
putih
Semua sesaji itu disimpan di atas kain putih kemudian dikasih tanda atau
disimpan bendera merah putih. Adapun yang menerangkan semua itu terkadang bapak
Ugan sendiri. Kegiatan ini dimulai pada jam 19.00 Wib. Sedangkan kegiatan ini
diahadiri oleh sejumlah orang pengikut aliran kebatinan Perjalanan dari luar
Karang Pawitan.[16]
G.
Pengaruh
Seperti yang sudah disingung sedikit bahwa bagi warga sekitar yang berada
di luar aliran kebataian Perjalanan. Mereka mengetahui tentang eksistensi
aliran kebatainan tersebut, namun mereka tidak mengetahui secara mendalam
tentang aliran kebatinan itu, bahlkan mereka kesannya cenderung apriori. Bagi
warga pada umumnya, bahwa aliran tersebut lebih cenderung eklusif (tertutup),
namun dalam kegiatan kedaerahan dan pada even tertentu mereka pun terkadang ikut
terlibat. Hal ini diakui oleh Bapak Ugan bahwa Aliran kebatinan ini tidak
pernah memaksa dan menyebarkan ajarannnya kepada orang lain. Namun kalau ada
yang bertanya tentang aliran kebatinan perjalanan, baru pengikut/jamaah aliran
kebatinan perjalanan menerangkannya, diantaranya juga Bapak Ugan. Namun harus
kita akui bahwa pengaruh ajaran Aliran kebatinan Perjalanan ini sudah memiliki
pengikut hampir di setiap derah di Indonesia. Di lokasi aliran kebatinan
perjalanan tersebut berada sekarang ini jumlah pengikutnya sudah mencapai
kurang lebih 100 orang, sedangkan untuk jumlah se-Kab Bandung kurang lebih 7000
orang. Semetara dari setiap daerah di Indonesia, aliran ini sudah berpengaruh
terutama Lampung, Palembang, Kalimantan, Tulung agung, Ponorogo, Malang,
Surabaya, DKI, Bekasi, Semarang, Jawa Tengah,Yogya.[17]
H.
Kesan
Peneliti ketika di lapangan
Kebetulan penulis melakukan
penelitiannya pada sore hari sampai waktu magrib, sehingga penelitiannya tidak
semaksimal seperti yang diharapkan. Keterbatasan tersebut berimplikasi pada
hasil penelitian. Namun diwaktu yang amat singkat itu dapat diambil gambaran.
Bahwa Aliran kebatinan perjalanan ini eksistensinya terutama di daerah ciparai
tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini memungkinkan bahwa
aliran kebatinan perjalanan di daerah Ciparai dapat mengalami pergeseran.
Kemudaian respon masyarakat di luar aliran kebatinan yang “mungkin” apriori terhadap
eksistensi aliran tersebut bisa membawa dampak perubahan terhadap keberadaan
aliran Kebatinan tersebut. Mudah-mudahan hasil penelitian ini bermanfaat
terutama bagi penulis dan bagi kita pada umumnya.
I.
Penutup/Komentar
Fenomena yang dialami, dirasakan serta yang dilakukan
oleh tokoh-tokoh aliran kebatinan atau kepercayaan seperti oleh Mei Kartawinata
mirip –(tapi belum tentu sama) dengan apa yang dialami dan dilakukan oleh para
filosof. Para filosof melakukan pencarian kebenaran dengan melakukan refleksi,
atau perenungan dengan menggunakan akal pikiran secara mendalam (radikal). Dari
proses tersebut mereka (para filosof) memperoleh kebenaran sejati atau
mendapatkan hikmah dan kebijaksanaan.
Namun yang membedakannya, bagi para filosof kebenaran
hasil pemikiran tidak bersifat sakral, sehingga tidak menjadi sebuah ajaran atau
dogma yang dianut oleh jamaah (seperti pengikut umat beragama). Sementara bagi
aliran kebatinan atau kepercayaan, hasil temuan (wangsit) para tokoh menjadi
ajaran yang disakralkan (Disucikan), maka wangsit itu menjadi doktrin atau
menjadi idiologi bagi para pengikutnya (jamaah). Dengan demikian tidak heran kalau
aliran kebatinan atau kepercayaan bisa tumbuh dan berkembang serta membentuk
jamaah atau umat yang banyak.
Disinilah kelebihan para tokoh aliran atau kepercayaan
yang memiliki daya pikat yang kuat dibanding dengan para filosof. Karena “sakralitas
wangsit” yang ia dapatkan dan kembangkan menjadi pengikat sehingga antara unsur
tokoh, wangsit (ajaran) dan jamaah tidak dapat dipisahkan.
[1] M. Amin Abdullah. Pengantar; Metodologi Studi Agama, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000, cet-1, hlm. 1
[2][2] E.E. Evans Pritchard. Teori-teori tentang agama Primitif,
(Yogyakarta: PlP2M, 1984), cet-1, hlm. 64
[3]Amin Abdullah. Pengantar Metodologi, hlm. 2
[4] Karl Marx berpandangan bahwa agama sebagai kebutuhan ekonomi. Freud
berpendapat agama sebagai gejala nerousis dan Durkheim berpendapat bahwa agama
sebagai kesadaran social.
[5] Daniel L. Pas. Dekontruksi kebenaran; kritik tujuh teori agama.
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2001), cet-1, hlm. 250
[6] Lihat Frank Whaling. Studi Agama dalam konteks global, Metodologi
Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, cet-1, hlm. 484
[7]. Kartapraja yang dikutip oleh Dr. Abdul Rozak.
Tologi Kebatinan Sunda, (Bandung: Kiblat, 2005), cet-1, hlm. 119
[8] Hasil wawancara penelitian dengan bapak Ugan Rahayu, 30-3-2012 di
komplekAliran Kebatinan Perjalanan; Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha EsaKp.
Karang Pawitan Rt.01/15, Dusun Cipaku, Ds. Paku Tandang, kec. Cipatay, kab.
Bandung
[10]Hasil
wawancara penelitian dengan bapak Ugan Rahayu, 30-3-2012 di komplekAliran
Kebatinan Perjalanan; Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha EsaKp. Karang Pawitan
Rt.01/15, Dusun Cipaku, Ds. Paku Tandang, kec. Cipatay, kab. Bandung
[11]ibid
[12] Penulis melakukan kunjungan atau observasi ke lokasi dan melakukan
wawancara mendalam dengan salah satu tokoh yang bernama Bapak Ugan Rahayu pada
tanggal 30 Maret 2012.
[13]Hasil wawancara penelitian dengan bapak Ugan Rahayu, 30-3-2012 di
komplekAliran Kebatinan Perjalanan; Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha EsaKp.
Karang Pawitan Rt.01/15, Dusun Cipaku, Ds. Paku Tandang, kec. Cipatay, kab.
Bandung
[14]Hasil wawancara penelitian dengan bapak Ugan Rahayu, 30-3-2012 di
komplekAliran Kebatinan Perjalanan;
[15]Hasil wawancara penelitian dengan bapak Ugan Rahayu, 30-3-2012 di
komplekAliran Kebatinan Perjalanan;
[16]Hasil wawancara penelitian dengan bapak Ugan Rahayu, 30-3-2012 di
komplekAliran Kebatinan Perjalanan;
[17]Ibid